Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak[1].
ketentuan Pasal 1 (14) UU No 13 Tahun 2003
Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat
pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak
dan kewajiban pekerja/buruh dan hak dan kewajiban pengusaha. Ketentuan-ketentuan ini dapat pula ditetapkan
dalam peraturan perusahaan yaitu peraturan yang secara sepihak ditetapkan dalam
peratuan perusahaan. Dapat pula
ditetapkan dalam suatu perjanjian, hasil musyawarah antara serikat pekerja
(serikat pekerja seluruh Indonesia misalnya) dengan pihak pengusaha, perjanjian ini disebut perjanjian
kerja bersama (PKB)[2].
Prof. Imam Soepomo berpendapat hubungan hukum antara pekrja/buruh
dengan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian, dimana pekerja/buruh
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah, dan
dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh denan
membayar upah[3]. Perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan
kerja mempunyai unsur: Pekerjaan, upah dan perintah. Dengan demikian agar dapat disebut perjanjian
kerja harus dipenuhi tiga unsure[4],
yaitu sebagai berikut:
a.
Ada
orang dibawah pimpinan orang lain
Adanya
unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain. Dalam perjanjian kerja unsur perintah ini
memegang peranan yang pokok, sebab tanpa adanya unsur perintah, hal itu bukan
perjanjian kerja. Dengan adanya unsur
perintah dalam perjanjian kerja, kedudukan kedua belah pihak tidak sama yaitu
pihak satu kedudukannya diatas (pihak yang memerintah) sedangkan pihak lain
kedudukannya dibawah (pihak yang diperintah).
Kedudukan yang tidak sama ini disebut hubungan subordinasi serta ada
yang menyebutnya hubungan kedinasan.
Oleh karena itu kalau kedudukan kedua belah
pihak tidak sama atau ada subordinasi, disitu ada perjanjaian kerja. Sebaliknya jika kedudukan kedua belah pihak
sama atau ada koordinasi , disitu tidak ada perjanjian kerja, melainkan
perjanjian yang lain .
b.
Penunaian
kerja
Penunaian
kerja maksudnya melakukan pekerjaan.
Disini tidak dipakai istilah melakukan pekerjaan sebab istilah tersebut
mempunyai arti ganda. Istilah melakukan pekejaan dapat berarti persewaan tenaga
kerja atau penunaian kerja. Dalam
penunaian kerja yang tersangkut dalam kerja adalah tenaga manusia , sehingga
upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut ekonomis. Dalam penunaian kerja yang tersangkut dalam
kerja adalah manusia itu sendiri sehingga upah segbagi kontraprestasi dipandang
dari sudut social ekonomis.
c.
Adanya
upah.
Upah menurut Pasal 1 angka 30 undang-undang
ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjain kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
dan/atau akan dilakukan. Jadi, upah adalah imbalan termasuk tunjangan yang
diterima pekerja/buruh
Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain ( Pasal 1 ayat (3) UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan)
Imam Soepomo berpendapat[5]:
Pengertian pekerja adalah sangat luas yaitu tiap orang melakukan pekerjaan baik
dalam hubungan kerja-maupun diluar hubungan kerja.
Pengusaha
adalah (Pasal 5):
a.
Orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. Orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdirisendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf (a) dan (b) yang berkedudukan
di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan adalah seperti di atur dalam Pasal 6 sebagai berikut :
a.
Setiap
bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
b.Usaha-usaha
sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang
lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain
1.
Perjanjian kerja waktu tertentu
Perjanjian kerta waktu tertentu
selanjutnya disebut PKWT diatur secara khusus dalam Pasal 56 s/d 63 UU NO 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor:KEP.100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan pelaksanaan
perjanjian kerja waktu tertentu, dalam praktek sebagai panduan teknis adalah
Keputusan menteri terebut diatas[6].
PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu (Pasal 1 ayat 1). Hal yang paling mendasar yang harus dipahami
sebelum melakukan PKWT adalah memahami tenang jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu sebagai diatur dalam Pasal 159
ayat (I) huruf (a) sampai dengan huruf (d) sebagai berikut[7]:
b.
Pekerjaan yang sekali
selesasi atau temporal
c.
Pekerjaan yang diperkirakan selesainya tidak terlalu lama (paling lama tiga tahun)
d.
Pekerjaan musiman
e.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Alternatif
perjanjian kerja haruslah tepat sebelum mengadakan hubungan kerja karena
berakibat hukum bagi kedua belah pihak.
Hal yang menarik untuk dicermati Putusan MA NO.131K/PDT.SUS/2007. Ada empat pertanyaan tentang jenis dan sifat
pekerjaan Waitress coffee shop pada
usaha perhotelan yang perlu dijawab untuk menentukan apakah jenis dan sifat pekerjaan
tersebut sesuai jika dilakukan dengan PKWT.
Adapun pertanyaan tersebut adalah berdasarkan Pasal 59 ayat (1) huruf a
s/d d, UU NO 13/2003 yakni [8]:
a. Apakah pekerjaan waitress
coffee shop merupakan Pekerjaan yang sekali selesasi atau
temporal/sementara sifatnya ?
b. Apakah pekerjaan waitress
coffee shop merupakan Pekerjaan
yang diperkirakan selesainya tidak terlalu lama (paling lama tiga tahun) ?
c. Apakah pekerjaan waitress
coffee shop merupakan Pekerjaan
yang sifatnya musiman ?
d. Apakah pekerjaan waitress
coffee shop merupakan Pekerjaan
yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dari
keseluruhan pertanyaan tersebut sesungguhnya bahwa pekerjaan waitress coffee shop merupakan pekerjaan
yang tidak dapat dilakukan dengan PKWT.
Putusan MA tersebut menerima alas an pengusaha/pemohon kasasi bahwa
pekerjaan waitress coffee shop bukan
merupakan pekerjaan pokok dalam usaha perhotelan, sehingga apabila pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja dengan status Perjanjian kerja waktu tidak
tertentu/tetap untuk pekerjaan waitress
coffee shop, maka yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah melakukan Outsourcing[9].
Prinsip
hukum dari PKWT yang mendasarkan pada jangka waktu tertentu , dapat diadakan
untuk paling lama dua tahun dan diperpanjang satu kali paling lama satu tahun. Ketentuan lainnya mengenai PKWT ini
berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi Republik Indonesia
NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004 sebagai
berikut :
A.
PKWT Untuk Pekerjaan Yang Sekali Selesai Atau Sementara Sifatnya Yang
Penyelesaiannya Paling Lama 3 (Tiga) Tahun
Pasal
3 (1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara
sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.
(2) PKWT
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang
diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan
lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada
saaat selesainya pekerjaan.
B. PKWT Untuk Pekerjaan Yang Bersifat Musiman
Pasal 4 (1) Pekerjaan
yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada
musim atau cuaca.
(2) KWT yang
dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu
jenis pekerjaan pada musim tertentu.
Pasal 5 (1) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan
untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai
pekerjaan musiman.
(2) PKWT yang
dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.
C. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru
Pasal 8 (1) PKWT dapat dilakukan
dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
(2) PKWT
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1
(satu) tahun.
(3) PKWT
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan.
D.
Perjanjian Kerja Harian Atau
Lepas
Pasal 10 ayat (1) Untuk pekerjaan-pekerjaan
tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah
didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian
atau lepas.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu ) hari dalam 1 (satu)bulan.
(3) Dalam hal
pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi
PKWTT
E. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
Perubahan PKWT Menjadi PKWTT
Pasal 15 ayat (1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
ayat
(2) dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan
kerja.
Ayat (3) dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8.
3. PERJANJIAN MAGANG
Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, dikenal berbagai macam bentuk pemagangan
(magang) yakni pemagangan dalam rangka pelatihan kerja, pemagangan untuk tujuan
akademis, dan magang untuk pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi
tertentu. Pemagangan untuk tujuan akademis, pemenuhan kurikulum atau
persyaratan suatu profesi tertentu, contohnya adalah[10]:
a) Ketentuan pendidikan dan pelatihan praktek kedokteran
(koas/magang) dalam rangka uji kompetensi dokter Indonesia berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
b) Pemagangan untuk memenuhi persyaratan menjadi seorang
advokat yang dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun (vide Pasal 3 ayat [1] huruf g UU No. 18 Tahun 2003
tentang Advokat jo Pasal 6 Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 1 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan Magang Untuk calon Advokat);
c) Persyaratan magang bagi calon Notaris dalam waktu 12 (dua
belas) bulan berturut-turut (vide Pasal 3 huruf f UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo Pasal 2
ayat [1] huruf I Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HT.03.01 Tahun 2006
tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian
Notaris).
Jadi, pemagangan dalam UU 13 tahun
2003 tntang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan
kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis, pemenuhan kurikulum/persyaratan
suatu profesi tertentu.
Pemagangan
adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu
antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur
atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang
dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian
tertentu ( kententuan Pasal 1 ayat (11)
UU NO 13 tahun 2003 tentantang ketenagakerjaan juncto pasal 1ayat (1) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.22/MEN/IX/2009
tentang
Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri.
Salah satu ciri utama pemagangan adalah
bahwa para peserta terlibat langsung dalam proses produksi (barang atau jasa),
sehingga dalam penyelenggaraan pemagangan mutlak adanya perusahaan[11]. Pemagangan dilaksankan berdasarkan perjanjian pemagangan .
Perjanjian pemagangan adalah
perjanjian antara peserta pemagangan dengan penyelenggara pemagangan yang
dibuat secara tertulis yang memuat hak dan kewajiban serta jangka waktu
pemagangan (Pasal 1 ayat 10 Peraturan Menteri Tenaga kerja RI
No:22/MEN/IX/2009).
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap,dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (Pasal 1 (9) UU No 13/2003)
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap,dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (Pasal 1 (9) UU No 13/2003)
Sebagai upaya
memaksimalkan pelatihan kerja, perusahaan yang wajib meningkatkan kompetemsi
pekerja/buruh melalui pelatihan kerja adalah perusahaan yang mempekerjakan
seratus orang atau lebih, dan pelatihan sebagaimana dimaksud harus
sekurang-kurangnya 5 % dari jumlah pekerja/buruh diperusahaan tersebut setiap
tahun ( Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No: KEP.261/MEN/XI/2004.
Selanjutnya
perusahan dan atau lembaga yang menyelenggarakan pelatihan kerja wajib memberikan
surat tamat pelatihan kerja bagi peserta yang dinyatakan lulus (Pasal 7 ayat1)
dan perusahaan melaporkan pelaksanaan kegiatan pelatihan kerja secara piodik
sesuai dengan Undang-undang No 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan
di Perusahaan.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
pemagangan dalam negeri pada 2010 mencapai 10.000 orang sementara luar negeri
2.250 orang. peserta pemagangan mulai dari 1993 hingga 2010 di negeri Sakura
itu telah mencapai 41.057 orang. Sedangkan jumlah pemagangan dalam negeri
dari 2007- 2010 mencapai 27.740 orang.
Sementara untuk rencana pemagangan dalam negeri pada 2011 ini mencapai 10.000 orang[12]. Upaya pemerintah tersebut dalam rangka meningkatkan kompetensi kerja. Bahwa magang dimaksudkan untuk melatih calon tenaga kerja agar memiliki keahlian dan ketrampilan yang matang sehingga mudah terserap di dunia kerja[13].
Sementara untuk rencana pemagangan dalam negeri pada 2011 ini mencapai 10.000 orang[12]. Upaya pemerintah tersebut dalam rangka meningkatkan kompetensi kerja. Bahwa magang dimaksudkan untuk melatih calon tenaga kerja agar memiliki keahlian dan ketrampilan yang matang sehingga mudah terserap di dunia kerja[13].
Kompetensi kerja adalah kemampuan
kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.(pasa1 (10) Peraturan Menteri
tenaga kerja NO: 21/MEN/X/2007.
Ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian magang telah
ditentukan secara lengkap berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
PER.22/MEN/IX/2009 tentang penyelenggaraan pemagangan di dalam negeri
sebagai berikut :
Pasal
4 Perusahaan hanya dapat menerima peserta
pemagangan paling banyak 30% dari jumlah karyawan
Pasal 5 (1) Peserta
pemagangan di dalam negeri terdiri dari: pencari
kerja, siswa LPK, dan tenaga kerja yang
akan ditingkatkan kompetensinya.
(2) Sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti pemagangan apabila telah memenuhi
persyaratan:
a. usia minimal 18 (delapan belas) tahun;
b. memiliki
bakat, minat, dan memenuhi persyaratan yang
sesuai dengan program pemagangan; dan
c. menandatangani
perjanjian pemagangan.
Pasal 6 Penyelenggara pemagangan harus memiliki:
a. program pemagangan;
b. sarana
dan prasarana;
c. tenaga
pelatihan dan pembimbing pemagangan; dan
d. pendanaan.
Pasal 7 (1) Program
pemagangan dapat disusun oleh perusahaan dan/atau bersama‑sama LPK.
(2) Program Pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. nama program;
b. tujuan program;
c. jenjang kualifikasi tertentu
dan/atau kompetensi yang akan dicapai dalam jabatan tertentu;
d. uraian pekerjaan atau unit kompetensi
yang akan dipelajari;
e. jangka waktu pemagangan;
f. kurikulum dan silabus; dan
g. sertifikasi.
(3) Program
pemagangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengacu pada:
a. SKKNI;
b. Standar
Internasional; dan/atau
c. Standar Khusus.
(4) Jangka waktu pemagangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dibatasi paling lama 1 (satu)
tahun.
(5) Dalam
hal untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan memerlukan waktu lebih
dari 1 (satu) tahun, maka harus dituangkan dalam perjanjian pemagangan baru dan
dilaporkan kepada dinas kabupaten/kota setempat.
(6)
Program pemagangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus diketahui dan disahkan oleh dinas kabupaten/kota setempat.
Pasal 8 Sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b harus dapat memenuhi kebutuhan untuk
menyelenggarakan pelatihan:
a. teori;
b. simulasi/praktik;
c. bekerja
secara langsung di bawah bimbingan pekerja yang berpengalaman sesuai dengan
program pemagangan; dan
d. keselamatan
dan kesehatan kerja (K3).
Pasal 9 Pembimbing
pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dapat membimbing peserta
pemagangan sesuai dengan kebutuhan program pemagangan.
Pasal 10 Penyelenggara
pemagangan tidak diperbolehkan mengikutsertakan peserta yang telah mengikuti program
pemagangan pada program/ jabatan/kualifikasi yang sama.
Pasal 11 (1) Penyelenggaraan
pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian
tertulis antara peserta pemagangan dengan perusahaan.
(2) Perjanjian
pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.
Hak dan kewajiban peserta;
b. Hak dan kewajiban penyelenggaraan program;
c.
Jenis program dan kejuruan.
Pasal 12 (1) Perjanjian pemagangan antara
peserta pemagangan dengan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus
diketahui dan disahkan oleh dinas kabupaten/kota setempat.
(2) Pengesahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selesai dalam jangka waktu paling lama
5 (lima) hari kerja.
Pasal 15 (1) Peserta
pemagangan berhak untuk:
a. Memperoleh
fasilitas keselamatan dan kesehatankerja selama mengikuti pemagangan;
b. Memperoleh uang saku dan/atau uang transport;
c. Memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian; dan
d. Memperoleh sertifikat pemagangan apabila
dinyatakan lulus.
(2)
Penyelenggara pemagangan berhak untuk:
a. Memanfaatkan hasil kerja peserta pemagangan; dan
b. Memberlakukan
tata tertib dan perjanjian pemagangan.
Pasal 16 (1) Peserta
pemagangan berkewajiban untuk:
a.
Mentaati perjanjian pemagangan;
b. Mengikuti program pemagangan sampai selesai;
c. Mentaati
tata tertib yang berlaku di perusahaanpenyelenggaran pemagangan dan
d. Menjaga nama baik perusahaan penyelenggara pemagangan.
(2) Penyelenggara pemagangan
berkewajiban untuk:
a. Membimbing peserta pemagangan sesuai
denganprogram pemagangan;
b.
Memenuhi hak peserta pemagangan sesuai
dengan perjanjian pemagangan;
c. menyediakan alat
pelindung diri sesuai dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
d. memberikan perlindungan
dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja kepada peserta;
e. memberikan uang saku dan/atau uang transport peserta;
f. mengevaluasi peserta pemagangan; dan
g. memberikan sertifikat pemagangan bagi
peserta yang dinyatakan lulus.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1) juncto Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek),
pada prinsipnya setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja,
yang meliputi jaminan kecelakaan kerja
(JKK), jaminan kematian (JK)
dan jaminan hari tua (JHT) serta
jaminan pelayanan kesehatan (JPK)[14].
Namun,
khusus untuk tenaga kerja yang magang,
berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf a UU
Jamsostek hanya diwajibkan ikut Jamsostek untuk program JKK saja.
Artinya, tidak wajib ikut program JK, JHT dan JPK.
Produk akhir dari pemagangan
dalam rangka pelatihan kerja adalah sertifikasi kompetensi kerja. Hal ini
diakui dalam Pasal 23 UU
Ketenagakerjaan: Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi.
Sedangkan, produk dari pemagangan
dalam rangka persyaratan akademis atau pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu
profesi tertentu,
adalah sertifikat magang untuk
persyaratan minimal (minimum requirement) suatu jabatan atau profesi.
Realitas kondisi
kerja dengan hak-hak legalnya yang umumnya belum terpenuhi, Jika selama ini
kita lebih terfokus pada pekerja tetap/PKWTT, sayangnya kita kerap alpa juga
memperhatikan hak-hak pekerja magang. Mantan
Menteri Tenaga Kerja Dr.Ir. Erman
suparno, MSI.,MBA. Menyatkan dalam bukunya National manpower strategy
(strategi ketenagakerjaan Nasional )[15]:
Pekerja magang yang sebagaian
mengisi tanggung jawab dalam mengerjakan berbagai tugas diperusahaan layaknya
pekerja permanen, umunya tidak memperoleh upah.
Pernyatan diatas
menambah semangat dan antusias penulis untuk melakukan penelitian mengenai alternatif
perjanjian ketenagakerjaan study kasus
di PT. Bank Central Asia Tbk cabang Pangkalpinang, agar dapat diketahui apakah
perjanjian pemagangan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal secara
maksimal atau setidak-tidaknya telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
[3] . Imam soepomo dalam Maimun Hukum
ketenagakerjaan suatu pengantar Op.cid. hlm 41.
[4] . F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Cetakan Kedua,Sinar Grafika, Jakarta, 2006. hlm
7-9
[5] .
Ibid, hlm 33
[6]
. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
: KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
[7] . Farianto dan Darmanto Law firm. Op. cid. hlm 3.
[8]
. Ibid
hlm.4.
[9]
Putusan Mahkamah agung No 131K/PDT.SUS/2007 dalam Farianto &Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam
Perkara PHI tentang Pemutusan Hubungan Kerja disertai Ulasan Hukum. Jakarta,
PT.RajaGrafindo persada, 2009, hlm 4.
[10] . http://hukumonline.com/klinik/detail/lt4c6cb635d9527
Esensi Perjanjian Pemagangan
Agar Tidak Menyalahi Aturan di akses tanggal 19 september 2011
[11] .http://www.pemagangan.com/script/1programpemagangan.php.diakses
tanggal 18 September 2011
[12] . http://wartapedia.com/sosial/psks/1707-magang-jumlah-peserta-magang-2011-mencapai-10000-orang.html.
diakses tanggal : 18 September 2011.
[13] . Hukumhttp://akatiga.org/index.php/artikeldanopini/perburuhan/136-menyejahterakan-buruh
diakses tanggal : 18 september 2011.
[14] . Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja